Senin, 29 Desember 2014

Ruqyah Syar'iyyah

1.     Yang harus dilakukan jika klien terkena gangguan jin adalah dengan meruqyah. Dimana ruqyah itu merupakan ayat-ayat tertentu (firman Allah) yang dibacakan kepada seseorang untuk memberikan kesehatan pada orang yang menderita sakit secara non fisik/psikis, salah satunya karena gangguan jin.

2.       Ayat-ayat yang dibaca ketika klien terkena sihir:

a.   “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kamu hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir.” Maka mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya, kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajaari sesuatu yang mencelakakan dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu.” (QS. Al-Baqarah: 102)
b.    “Dan Kami wahyukan kepada Musa, “lemparkanlah tongkatmu!” Maka tiba-tiba ia menelan habis segala kepalsuan mereka. Maka terbuktilah kebenaran, dan segala yang mereka kerjakan jadi sia-sia. Maka mereka dikalahkan ditempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan para pesihir itu serta merta menjatuhkan diri dengan bersujud.mereka berkata, “kami beriman kepada Tuhan seluruh alam. (yaitu) Tuhannya Musa dan Harun (QS. Al-A’raf: 117-122)
c.   “Dan Fir’aun berkata (kepada pemuka kaumnya), “Datangkanlah kepadaku semua pesihir yang ulung. Maka ketika para pesihir itu datang, Musa berkata kepada mereka, “Lemparkanlah apa yang hendak kamu lemparkan!” setelah mereka melemparkan Musa berkata, “Apa yang kamu lakukan itu, itulah sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan kepalsuan sihir itu. Sungguh Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang yang berbuat kerusakan. Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapannNya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukainya.” (QS. Yunus: 79-82)
d.   “Mereka berkata, “Wahai Musa! Apakah engkau yang melemparkan (dahulu) atau kami yang lebih dahulu melemparkan? Dia (Musa) berkata, “Silahkan kamu melemparkan!” Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang olehnya (Musa) seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir mereka. Maka Musa mearasa takut dalam hatinya. Kami berfirman, “Janganlah takut! Sungguh, engkaulah yang unggul (menang). Dan lemparkan apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka buat itu hanyslsh tipu daya pesihir (belaka). Dan tidak akan menang pesihir itu, dari mana pun ia datang. Lalu para pesihir itu merunduk bersujud, seraya berkata, “Kami telah percaya kepada Tuhannya Harun dan Musa.” (QS: Taha: 65-70)
e.      Surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas.


3.       Ciri-ciri atau gejala-gejala orang yang telah terkena gangguan jin, yaitu:
Gejala pertama, gejala waktu tidur:
a.      Susah tidur malam, padahal ia sudah berusaha
b.     Cemas, sering terbangun diwaktu malam
c.      Mimpi buruk, melihat sesuatu yang mengancam lalu ia berteriak minta tolong tapi tidak bisa
d.    Mimpi yang menyeramkan, melihat berbagai macam binatang seperti kucing, anjing, singa, harimau
e.      Bunyi gigi geraham yang beradu ketika tidur
f.      Tertawa, menangis, teriak, mengomel pada saat tidur
g.     Merintih pada saat tidur
h.     Berdiri dan berjalan dalam keadaan tidur dan tanpa sadar
i.       Mimpi jatuh dari ketinggian
j.       Mimpi berada dalam lingkungan pemakaman
k.     Mimpi melihat orang aneh (tinggi sekali, pendek sekali, hitam sekali, putih sekali)
l.      Mimpi melihat hantu
m.   Mimpi seakan tertindih benda yang sangat berat

Gejala kedua, gejala waktu terjaga atau waktu bangun:
a.  Selalu pusing, tidak disebabkan karena penyakit pada mata, telinga, tenggorokan atau lambung, pusing sendiri tanpa ada penyebab
b.    Selalu berpaling, yakni tidak mau ketika diajak pada kebaikan, contoh saat diajak ke masjid, karena ada yang melarang dalam dirinya
c.     Pikiran selalu linglung, sedih tanpa sebab
d.    Sering lemas, lesu, atau kesurupan
e.  Rasa sakit pada salah satu anggota tubuh dan dokter tidak bisa mendeteksinya tapi rasa sakitnya ada.

4.       Jalur masuknya jin adalah karena jin berwujud udara sedangkan manusia berwujud poripori. Jin bisa masuk dari berbagai arah dalam jasad manusia. Dalam surah Ar-Rahman ayat 15 Allah berfirman yang artinya “Dan Dia menciptakan jin dari nyala api tanpa asap.” Ibnu Abbas berkata: yakni dari ujung gejolak api, sedangkan ujung gejolak api ialah udara panas yang keluar dari api. Jadi, jin masuk ke tubuh manusia dari setiap pori-pori maka dari itu kita harus senantiasa mengingat Allah agar jalan masuknya tertutupi. Contoh, ketika kita menguap dan lupa menutup mulut, kita sadari atau tidak hawa negatif masuk pada diri.

5.        Amalan-amalan yang mampu menjaga diri dari jalan masuknya jin, yaitu:

a.       Beraqidah dengan aqidah yang baik (tidak ada tawaran dalam aqidah)
b.      Merealisasikan tauhid dalam ucapan dan perbuatan (berserah diri hanya kepada Allah)
c.       Meyakini keyakinan bahwa firmanAllah mempunyai kekuatan yang besar
d.      Memperbanyak zikir dengan dasar takwa kepada Allah. Dalam surah Al- A’raf: 201 Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka berdzikir kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat.”
e.       Menjauhi hal-hal yang diharamkan
f.       Melaksanakan berbagai macam kegiatan karena taat pada Allah. Seperti rajin shalat ke masjid

g.      Senantiasa mengingat Allah.

Minggu, 07 Desember 2014

Analisis Transaksional

TRANSAKSI KOMPLEMENTER
(Adult - Adult)

A      : Assalamu’alaikum adek. Doa’in Nawa cepet sadar ya, dari operasi tanggal 21 kemarin itu dia belum sadar sampai sekarang dek.
B         : Wa’alaikumussalam. Nawa dioperasi kak?
A         : Iya, adek ga tahu? Biasanya dia paling terbuka sama adek.
B         : Dia hanya pamit mau berangkat aja kak, saya juga ga nanya mau berangkat kemana.
A         : Tapi apakah dia memang akhir-akhir ini lebih tertutup ya?
B         : Komunikasi kita sejak saya pulang kampung memang ga seperti biasanya kak, kita jarang sms atau telpon. Beberapa waktu sebelum dia mau berangkat baru ada dia hubungi. Makanya saya kurang tahu perkembangan kesehatannya.
A         : Oh begitu. Hari ini dua kali dia colapse dek, sekarang masih kritis keadaannya.
B         : Semoga dia bisa lebih kuat ya kak.
A         : Rencana Allah itu lebih indah, insyaAllah sabar dan syukur setia menemani. Terima kasih ya.
B       : Kondisi kesehatan dia menurun lagi ya kak? Soalnya beberapa bulan yang lalu katanya dia udah baik-baik aja.
A       : Setelah lebaran kemarin kondisinya menurun drastis kata dokter. Dari pertengahan bulan kemarin aja dia harus istirahat full. Adek tahu kan, setelah kena obat chemo anggota tubuh seseorang itu masih rentan?
B         : masyaAllah, ternyata banyak yang ga saya ketahui tentang kondisi beliau.
A        : Ya, dia kan ga cerita dek. Adek bisa kirim pesan suara buat semangatin dia? Tadi kata dokter dia ada panggil-panggil nama adek. Kakak mau lihat dia, jam besuknya sebentar lagi.
B         : Iya kak.
A         : Kakak itu kalau jenguk dia, rasanya gimana gitu dek. Belum pernah dia seperti ini/
B         : Maksudnya?
A         : Raut muka nya itu udah beda banget dek. Kalau kemarin-kemarin itu semangat, sekarang kak lihat itu kayak ga punya semangat.
B         : Kita mesti tetap optimis kak. Dukungan bisa memberikan dorongan pada seseorang hingga orang itu jadi kuat.
A         : Iya dek, makasih ya.


TRANSAKSI SILANG
(Adult - Child)

A       : Kak, kakak lagi apa? Mau tidur siang ya? Aku boleh cerita sedikit ga? Anggap penghantar tidur buat Anda.
B         : Iya, apa itu?
A         : Ceritanya begini. (Diam)
B         : Bagaimana ceritanya?
A         : Ceritanya begini, aku mau mandi dulu jadi kakak tidur ya... (ketawa)
B         : hedeh Anda ya, selalu begitu.
A         : hehe... Kak, hujannya udah reda. Ayo ikut aku.
B         : Ikut kemana?
A         : Ke hatimu, hehe...
B         : Erm... mana bisa.
A         : Ke kebun strawberry kak sayang.
B         : Wow, seru tuh.
A         : Iya, dingin-dingin gimana gitu.
B         : Nanti kirim gambarnya ya, kayak yang kemarin itu.
A       :  Ga ah, hehe. Kalau yang aku kirim kemarin itu ga boleh dimakan kak. Aku buat artikelnya kemarin.
B         : Artikel?
A         : iya kak.
B         : Apa judulnya? Kak mau baca .
A         : Judulnya adalah...
B         : Ya apa? Atau link nya apa?
A         : Link nya adalah...
B         : hem...
A         : Apa ya? Ga ingat kak, hehehe.

Minggu, 30 November 2014

Resistance

Diantara kemampuan dasar yang harus dimiliki terapis adalah Resistance. Resistance, sebuah konsep yang fundamental dalam praktek terapi psikoanallitik adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan yang direpresi itu. Hal ini akan menghambat konselor dan klien memperoleh pemahaman dinamika ketidaksadaran klien. Jika terjadi resistensi, konselor harus membangkitkan perhatian klien dan menafsirkan resistensi yang paling terlihat untuk mengurangi kemungkinan klien menolak penafsiran.[1] Memperoleh wawasan (insight) tidaklah mudah, karena masalah-masalah neurotik yang dialami pasien dapat juga menimbulkan sikap resistance pasien terhadap proses terapeutik. Resistance pasien ini dinyatakan dalam banyak cara, seperti: tidak menepati janji, menolak interpretasi, dan banyak menghabiskan waktu untuk diskusi.[2]Cara Kerja:Sebagai pertahanan terhadap kecemasan, resistensi bekerja secara khas dalam terapi psikoanalitik dengan menghambat klien dan analisis dalam melaksanakan usaha bersama untuk memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketaksadaran diri. Karena resistensi ditujukan untuk mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analisis harus menunjukkannya dan klien harus menghadapinya jika dia mengharapkan bisa menangani konflik-konflik secara realistis. Penafsiran analis atas resistensi ditujukan untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi sehingga dia bisa menanganinya. Sebagai aturan umum, analis harus membangkitkan perhatian klien dan menafsirkan resistensi-resistensi yang paling kentara guna mengurangi kemungkinan klien menolak penafsiran dan guna memperbesar kesempatan bagi klien untuk mulai melihat tingkah laku resistifnya.
Resistensi-resistensi bukanlah hanya sesuatu yang harus diatasi. Karena merupakan perwujudan dari pendekatan-pendekatan defensif klien yang biasa dalam kehidupan sehari-harinya, resistensi-resistensi harus dilihat sebagai alat bertahan terhadap kecemasan, tetapi menghambat kemampuan klien untuk mengalami kehidupan yang lebih memuaskan.[3]Freud mendeskripsikan semua kekuatan berupa resistensi klien yang menentang upaya menemukan itu. Ia mengikhtisarkan lima macam resistensi:[4]1.        Resistensi represi yang dideskrepsikan diatas;
2.        Resistensi transferensi yang disebutkan berikut ini;
3.        Resistensi untuk melepaskan keuntungan yang didapat dari keadaan sakitnya;
4.        Resistensi id, yang mungkin menolak perubahan pada cara pemuasannya dan merasa perlu untuk “menelaah” medium pemuasan baru;
5.        Resistensi, yang berasal dari superego, rasa bersalah atau kebutuhan akan hukuman yang tidak disadari yang menolak semua kesuksesan melalui analisis. Klien merasa dirinya harus tetap sakit karena mereka tidak pantas untuk membaik. Resistensi ini merupakan jeis resistensi yang paling kuat dan paling ditakutkan oleh analis.
Perjuangan mengatasi resistensi merupakan pekerjaan utama psikoanalisis dan bagian terpenting dari penanganan analitik. Padahal hal ini tidak dapat diwujudkan dengan mudah. Kekuatan yang membantu analis untuk mengatasi resistensi-resistensi klien adalah keinginannya untuk sembuh dari klien, minat klien terhadapapapun yang mungkin dimiliki pada saat proses analitik, dan yang paling penting adalah relasi positif klien dengan analisnya.

[1] Namora Lumongga Lubis. Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana. 2011. Hal. 152.
[2] Syamsu Yusuf & Achmad Juntika Nurihsan. Teori Kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008. Hal. 67.
[3] Gerald Corey. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama. 2003. Hal. 43-44.
[4] Richard Nelson-Jones. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 62.

Senin, 06 Oktober 2014

Self Limiting Beliefs

Setiap orang sebenarnya bisa mendapatkan apapun yang diinginkannya, karena pada saat kita menginginkan sesuatu dan akhirnya mendapatkannya, ada pola yang sudah terbentuk, kuncinya kita tinggal ikuti pola yang sudah ada bagaimana cara mendapatkan apapun yang kita inginkan, hanya yang jadi masalah adalah kita sudah tahu polanya, kita sudah berusaha mempraktekannya, tetapi tetap saja belum berhasil.
Masalahnya bukan pada pola atau tekniknya, namun yang jadi masalah adalah kita memiliki self limiting beliefs (keyakinan-keyakinan membatasi diri), kita mensabotase diri kita sendiri untuk tidak mendapatkan apa yang kita inginkan. Contohnya begini, saya sering beranggapan bahwa diri saya ini tidak ada apa-apanya, tidak memiliki kelebihan yang patut dibanggakan sehingga saya minder dan merasa tidak pantas, merasa tidak mampu mewujudkan apa yang diinginkan. Kata-kata “diri saya ini tidak ada apa-apanya” inilah yang disebut limiting beliefs. Selama saya memegang keyakinan ini, saya tidak akan percaya akan kemampuan diri yang ada, sebab setiap kali saya ingin bertindak saya akan menyabotase tindakan apapun yang bertujuan membuat saya lebih yakin terhadap diri. Hal ini dikarenakan bawah sadar saya sudah tertanam “saya lemah, saya tidak ada apa-apanya”, sehingga membatasi pengeluaran potensi maksimal dalam diri saya.
Apa yang kita percayai atas diri kita kebanyakan tidak berdasarkan fakta, melainkan berdasarkan informasi atau pendapat dari luar diri yang kita terima sebagai kebenaran baik itu secara sadar atau tidak sadar, seperti dari orang tua, teman, lingkungan, guru, pengalaman, dan lain-lain.
Langkah saya untuk bebas dari self limiting beliefs tadi menuju pencapaian yang lebih besar adalah saya pertanyakan kembali kepercayaan-kepercayaan yang bersifat self limiting beliefs tersebut. Kemudian, saya bangun kepercayan baru, bahwa semua kepercayaan lama saya tadi, yang bersifat merendahkan diri saya dan membatasi diri, adalah tidak benar. Saya ganti dengan kepercayaan sebaliknya, kepercayaan diri dengan masa depan yang lebih positif, saya bisa mendapatkan  apa yang saya inginkan dengan usaha, do’a dan kerja keras. Saya coba bayangkan, bahwa saya tidak memiliki keterbatasan kemampuan. Saya dapat menjadi, memiliki, dan melakukan apa yang saya inginkan. Kembali saya tanamkan konsep keagamaan, bahwa Allah ta’ala memberikan potensi yang luar biasa pada setiap diri, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya dengan baik.
Kita juga harus memutuskan terhadap apa yang benar-benar ingin kita dapatkan, karena otak kita hanya akan mengejar apa yang kita anggap penting. Dr. Ibrahim Elfiky mengatakan “Keputusan yang kuat tidak membuka celah bagi keraguan. Ia memberi kekuatan luar biasa pada seseorang untuk mewujudkan impian hidupnya” (Ibrahim Elfiky: 2009). Keputusan yang diambil harus kuat, tidak ada keraguan dalam kondisi apapun, baik yang datang dari dalam diri (internal) maupun dari laur (eksternal). Keputusan yang diperkuat dengan keinginan menggebu, proyeksi positif, dan fleksibilitas yang tinggi. Seperti, keputusan yang pernah diambil oleh Helen Keller hingga ia menjadi orang berpengaruh di dunia meski ia buta, bisu, dan tuli; keputusan yang diambil oleh Khalid hassan hingga membuatnya menang meski sudah kehilangan kaki sejak kecil; keputusan yang diambil Jamalah al-Baydhani yang bersikeras memberi santunan kepada lebih dari 1.200 penyandang cacat, padahal ia sendiri menderita lumpuh separuh. Jika kita bijaksana menghadapi tantangan maka ia akan berubah menjadi keterampilan dan keahlian yang bisa kita dapatkan dalam perjalanan menuju puncak. Jika orang lain dapat mewujudkan impiannya, kita juga dapat seperti mereka, bahkan bisa lebih baik. (: Kemudian, Teruslah berfokus pada tujuan yang ingin kita capai. Abraham Lincoln mengatakan “Jika kita menyadari keberadaan kita dan tahu apa yang kita inginkan maka kita pasti tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana mendapatkannya.” (Ibrahim Elfiky: 2009). Dan terakhir, bersabarlah dalam proses pencapaian tersebut, karena untuk mendapatkan apa yang diinginkan membutuhkan waktu.

Source:

Elfiky, Ibrahim. Terapi Berpikir Positif. Jakarta: Zaman. 2009.