Setiap orang
sebenarnya bisa mendapatkan apapun yang diinginkannya, karena pada saat kita
menginginkan sesuatu dan akhirnya mendapatkannya, ada pola yang sudah
terbentuk, kuncinya kita tinggal ikuti pola yang sudah ada bagaimana cara
mendapatkan apapun yang kita inginkan, hanya yang jadi masalah adalah kita
sudah tahu polanya, kita sudah berusaha mempraktekannya, tetapi tetap saja
belum berhasil.
Masalahnya bukan
pada pola atau tekniknya, namun yang jadi masalah adalah kita memiliki self
limiting beliefs (keyakinan-keyakinan membatasi diri), kita mensabotase diri
kita sendiri untuk tidak mendapatkan apa yang kita inginkan. Contohnya begini,
saya sering beranggapan bahwa diri saya ini tidak ada apa-apanya, tidak
memiliki kelebihan yang patut dibanggakan sehingga saya minder dan merasa tidak pantas, merasa tidak mampu mewujudkan apa yang diinginkan. Kata-kata “diri
saya ini tidak ada apa-apanya” inilah yang disebut limiting beliefs. Selama
saya memegang keyakinan ini, saya tidak akan percaya akan kemampuan diri yang ada, sebab setiap kali
saya ingin bertindak saya akan menyabotase tindakan apapun yang bertujuan
membuat saya lebih yakin terhadap diri. Hal ini dikarenakan bawah sadar saya sudah
tertanam “saya lemah, saya tidak ada apa-apanya”, sehingga membatasi
pengeluaran potensi maksimal dalam diri saya.
Apa yang kita percayai
atas diri kita kebanyakan tidak berdasarkan fakta, melainkan berdasarkan
informasi atau pendapat dari luar diri yang kita terima sebagai kebenaran baik
itu secara sadar atau tidak sadar, seperti dari orang tua, teman, lingkungan,
guru, pengalaman, dan lain-lain.
Langkah saya
untuk bebas dari self limiting beliefs tadi menuju pencapaian yang lebih
besar adalah saya pertanyakan kembali kepercayaan-kepercayaan yang bersifat self
limiting beliefs tersebut. Kemudian, saya bangun kepercayan baru, bahwa semua
kepercayaan lama saya tadi, yang bersifat merendahkan diri saya dan membatasi
diri, adalah tidak benar. Saya ganti dengan kepercayaan sebaliknya, kepercayaan
diri dengan masa depan yang lebih positif, saya bisa mendapatkan apa yang saya inginkan dengan usaha, do’a dan
kerja keras. Saya coba bayangkan, bahwa saya tidak memiliki keterbatasan
kemampuan. Saya dapat menjadi, memiliki, dan melakukan apa yang saya inginkan. Kembali
saya tanamkan konsep keagamaan, bahwa Allah ta’ala memberikan potensi
yang luar biasa pada setiap diri, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya dengan
baik.
Kita juga harus
memutuskan terhadap apa yang benar-benar ingin kita dapatkan, karena otak kita
hanya akan mengejar apa yang kita anggap penting. Dr. Ibrahim Elfiky mengatakan
“Keputusan yang kuat tidak membuka celah bagi keraguan. Ia memberi kekuatan
luar biasa pada seseorang untuk mewujudkan impian hidupnya” (Ibrahim
Elfiky: 2009). Keputusan yang diambil harus kuat, tidak ada keraguan dalam
kondisi apapun, baik yang datang dari dalam diri (internal) maupun dari laur
(eksternal). Keputusan yang diperkuat dengan keinginan menggebu, proyeksi positif,
dan fleksibilitas yang tinggi. Seperti, keputusan yang pernah diambil oleh
Helen Keller hingga ia menjadi orang berpengaruh di dunia meski ia buta, bisu,
dan tuli; keputusan yang diambil oleh Khalid hassan hingga membuatnya menang
meski sudah kehilangan kaki sejak kecil; keputusan yang diambil Jamalah
al-Baydhani yang bersikeras memberi santunan kepada lebih dari 1.200 penyandang
cacat, padahal ia sendiri menderita lumpuh separuh. Jika kita bijaksana
menghadapi tantangan maka ia akan berubah menjadi keterampilan dan keahlian
yang bisa kita dapatkan dalam perjalanan menuju puncak. Jika orang lain dapat
mewujudkan impiannya, kita juga dapat seperti mereka, bahkan bisa lebih baik.
(: Kemudian, Teruslah berfokus pada tujuan yang ingin kita capai. Abraham
Lincoln mengatakan “Jika kita menyadari keberadaan kita dan tahu apa yang
kita inginkan maka kita pasti tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana
mendapatkannya.” (Ibrahim Elfiky: 2009). Dan terakhir, bersabarlah dalam
proses pencapaian tersebut, karena untuk mendapatkan apa yang diinginkan
membutuhkan waktu.
Source:
Elfiky, Ibrahim. Terapi
Berpikir Positif. Jakarta: Zaman. 2009.